Langsung ke konten utama

Teacher and Technology



Kita sebagai guru muda sadar banget kalo teknologi punya banyak potensi atau manfaat di dunia pendidikan. Banyak yang berasumsi bahwa teknologi akan meningkatkan prestasi belajar siswa. Ternyata, setelah saya baca berbagai artikel, anggapan bahwa teknologi mempengaruhi hasil belajar siswa menunjukkan hasil penelitian yang tidak konsisten alias berbeda-beda. Salah satu dosen saya di Monash University menulis di bukunya bahwa hubungan antara teknologi dan pendidikan tidak sesederna itu. Mereka berdua punya hubungan yang rumit seperti hubungan dua orang  yang sering jalan bareng tapi tidak jelas kepastian hubungan mereka ( Eits jangan baper ! kembali lagi ke topik !) Ya, jadinya begitu kita tidak boleh menyederhanakan hubungan teknologi dan pendidikan sesederhana itu  såja dengan kalimat/anggapan/klaim bahwa teknologi bisa meninggkatkan ini, teknologi menyebabkan itu, teknologi begini begitu terhadap hasil belajar dan lain sebagainya.

Mengapa hubungan teknologi dan pendidikan itu kompleks ? Mulai dari definisi teknologi dan pendidikan itu aja, ada berbagai macam mazhabnya teman-teman. Contohnya, ada yang mendefinisikan teknologi sebagai sebuah artefak alias yang benda, ada yang mendefinisikannya sebagai cara penggunaannya, ada pula yang mendefinisikan bagaimana perannnya dalam suatu masyarakat atau institusi. Terkait dengan pendidikan, definisinya pun beragam ada yang mendefinisikan sebagai proses transfer ilmu, proses pembelajaran yang tiada henti hingga jiwa berpisah dari raga, menggabungkan informasi baru dan informasi lama kemudian menghasilkan pengetahuan baru yang beperngaruh pada sikap dan cara pandang seseorang. Satu hal yang tidak boleh kita tinggalkan definisi dan tujuan dari teknologi dan pendidikan adalah bahwasanya dua hal ini sangat dipengaruhi oleh social culture suatu dearah atau negara, contohnya, definisi teknologi dan pendidikan di Amerika bakalan beda dengan definisi teknologi dan pendidikan di Ethiopia, termasuk juga di Indonesia.

Dalam doküman kurikulum pendidikan Indonesia, teknologi didukung penggunaannya dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang mampu bersaingdi era pengetahuan atau abad 21 ini. Lebih detailnya, era ilmu pengetahuan dimana perekonomian berjalan based on knowledge result. Kita bisa menyaksikan roda perekonomian di era ini menggunakan kecanggihan teknologi yang menghubungkan satu pasar dengan pasar lainnya. Perekonomian sekarang bagi perusahaan besar terkait dengan aktivitas penjualan saham secara online. Bahkan ada bisnis yang aktivitasnya bergantung pada survey data dan pengolahan data perilaku kosumen. Jika kita bandingkan dengan era sebelumnya saat kakek dan nenek kita masih kecil sangatlah berbeda. Jadi, sebagai upaya nyata untuk menghadapi tantangan ini pemerintah kita berupaya memfasilitasi gawai dan alat  alat informasi dan teknologi lainnya untuk menunjang cita cita digitalisasi sekolah sampai ke daerah pelosok. Hal ini masih dalam proses, maka jangan berkecil hati kalau sekolahmu belum kebagian bantuan komputer, laptop, projector dan tablet. Barang kali masih dalam proses dan belum sampai sana (Karena Indonesia kan luas, kawan !)

Nah! Beberapa sekolah yang fasilitasnya bisa dibilang cukup lengkap dimana siswa dan guru udah akrab degan teknologi dan intenet, harapannya akan meberikan pengalaman dan performa belajar yang lebih baik. Tetapi, justru masalah baru muncul yaitu behaviour atau sikap siswa yang terkadang out of control in using digital technology. Misalnya, kita melihat sepintas mereka kurang bijak dalam menggunakan teknologi kurang disiplin sehingga banyak waktu dihabiskan untuk hiburan. Sedangkan maunya guru, anak akses teknologinya ke hal hal yang lebih bermanfaat terkait dengan pelajaran dan kalo bisa bijak dan pintar dalam menggunakan teknologi.

Bijak dalam penggunaan teknologi ini, maksudnya gimana sih ? Ya, misalnya anak mampu membedakan berita hoax dan yang bukan, anak bisa memilih informasi yang bisa menunjang pengalaman belajar mereka, anak lebih kritis gak asal terima aja apa yang tertulis di google, wiki pedia, wikihow, dan lainnya. Anak diharapkan mampu create something, berkreativitas dengan teknologi.

Nah nah, ini ! berkreativitas itu maknanya luas, apa kreativitas kita harus dibidang akademik ?Nyatanya, kalo kreativitas di bidang hiburan atau seperti nulis status galau, bikin video prank dan lucu-lucuan, bisa dibilang murid kita pada Jago ! Darah entertainer mengalir deras ditubuh mereka.
Barangkali karena kita bicara pendidikan formal, maka harapan guru dan sekolah dalam penggunaan teknologi harus berbau akademik kali ya, tapi kalau dipikir-pikir lagi ilmu itu kan luas gak cuma materi sekolah aja !

wait.. wait.. Sabar ! balik lagi ke konteks kita yang merupakan sekolah formal, tentang ada kriteria tertentu untuk mengukur kreativitas siswa yang telah telah dirancang pada rencana pembelajaran.
Anak tentu boleh saja berkreasi dalam menggunakan teknologi sesuka mereka tapi karena kita berbicara tentang sekolah tentang pendidikan tentu ada aturan, norma yang harus diikuti. Barangkali karena ada kriteria dan indikator penilaianya yang mengharuskan critical thinking, deep analysis yang membuat anak-anak kreativitasnya gak keluar. Sepertinya, bisa dihitung jari, di suatu kelas berapa jumlah anak yang produktif mengahasilkan karya karya yang edukatif dan menginspirasi orang lain dengan teknologi. Seperti  yang sudah di bilang tadi, kebanyakan penggunaan teknologi untuk hiburan dan alat komunikasi saja. Makanya sering dibilang anak muda itu consumers of technology dan gak semuanya bisa dikategorikan sebagai digital literate yang bijak dalam menggunakan teknologi untuk hal hal yang menunjang akademik dan menebar manfaat bagi society.

Ini nih, tantangan kita sebagai guru muda, bagaimana menyalurkan kreativitas anak anak kita yang sebenarnya keren banget agar lebih sesuai track yang diharapkan.

Di satu sisi, kita gak bisa pungkiri terkadang cara kita ngajar juga lower level thinking sebatas bagian menjelaskan, mengamati koesep pengetahuan dengan teknologi.Bisa dibilang jarang sekali kita ajak anak untuk berpikir kritis atau desain kegiatan pembelajaran yang memancing pertanyaan pertanyaan yang kritis. Hal ini dikarenakan terkadang karena kita tidak sefrekuensi dengan siswanya yang merasa B  aja dan tidak terbiasa dengan hal hal yang berbau critical thinking, atau mengkritisi suatu konsep dalam pelajaran. Alhasil, kita tetap aja terjebak di cara cara lama saat mengajar " drill and practice " . Kita kemudian angkat tangan dan berkata ini semua karena keadaaan yang tidak memungkinkan.Tetapi, tidak adil juga rasanya kita menyalahkan siswa yang tidak punya kemampuan berpikir kritis, bukannya mereka tidak bisa cuma belum bisa saja. Karena skill berpikir kritis tidak muncul dalam şemalam dan beberapa pertemuan saat belajar di kelas. Para ahli bilang skill ini butuh waktu yang lama untuk diasah, kalo melihat apa yang dilakukan dunia barat, mereka menerapkan critical thinking melalui inquiry learning sudah sejak saat primary school, bisa dibilang diasah sedari kecil.

Jadi makin terbuka kan pikiran kita, kalo ngomongin pendidikan dan teknologi, rumit banget hubungannya. Biar gampangnya, pendidikan yang utama sekali dimulai dari scope yang paling kecil pendidikan rumah, level SD, SMP, SMA sampai Perguruan Tinggi. Pengingat juga bagi kita, jangan nyerah dulu kalo anak kita terlihat biasa aja tidak kreatif, tidak kritis dalam menghadapi atau menanggapi suatu permasalahan, bisa jadi kitanya sebagai guru juga demikian. Jangan menyerah, terus belajar jadi guru yang baik setiap harinya. Karena kita adalah garda terdepan untuk menyiapkan peradaban di era berikutnya. Teknologi boleh aja canggih tapi perran guru tidak akan pernah bisa tergantikan. Mau dibilang guru fasilitator atau no more teacher centre tetep aja hal hal superti ini menurutku tak bisa dihilangkan begitu saja. Apalagi kalo untuk pendidikan dasar bagi anak-anak, kalo pendidikan untuk adult learning mah beda lagi mereka udah mandiri dan bebas lah.

Kamu hebat, kamu taktergantikan meskipun secanggih apa teknologi yang diciptakan. Yuks sama sama tingkatkan kompetensi kita !


Gambar from : https://www.tes.com/new-teachers/five-time-saving-tech-tools-new-teachers

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Grow with You

Hari ini aku mau menulis catatan refleksi terkait hal-hal yang aku rasa work well ketika belajar bersama murid-muridku. Saat pelajaran Bahasa Inggris kemarin, kita memperdalam skill reading dengan mempelajari sequence of events. Untuk anak-anak, terkadang membaca adalah hal yang membosankan bagi mereka jika dibandingkan dengan menonton video game atau bermain game itu sendiri. Apa yang harus ku lakukan agar kegiatan membaca lebih menyenangkan? Haruskah aku mengarahkan anak-anak untuk membaca nyaring dan menyimak bacaan?  Ya! Hal ini cukup efektif dengan syarat, aku sebagai guru benar benar harus mengingatkan mereka untuk being respectful ketika teman yang lain membaca. Sejenak mereka menyimak, lalu beberapa menit kemudia konsentrasi mereka buyar, lalu guru akan mengingatkan mereka lagi. Begitulah hal yang terjadi sampai paragraf akhir. Aku ingin cara yang berbeda kali ini. Aku membagi anak-anak dalam 3 kelompok yang masing-masing terdiri dari 6 orang. Mereka melakukan membaca nyari...

Ringkasan Buku Educated

Aku setuju bahwa memoar yang ditulis Tara benar-benar kisah yang menginspirasi, menyentuh hati dan bagaimana bukti kekuatan pendidikan mengubah kehidupan. Harga yang dibayar Tara untuk sebuah perubahan besar dalam hidupnya adalah kehilangan keluarganya (Ayah, Ibu dan empat saudaranya). Sebuah jurang pemisah telah muncul diantara mereka dan tumbuh melebar seiring bertambahnya pengetahuan Tara dan tiga saudara lainnya yang juga memutuskan untuk memperoleh pendidikan formal sampai jenjang paling tinggi dengan gelar doktor. Ayah dan Ibu Tara, benar-benar tidak bisa menerima perubahan Tara, mereka tidak mau bertemu dengan Tara, menganggap Tara adalah anak yang kerasukan seta. Mereka benar-benar fanatik terhadap kepercayaan mereka yang aku pun tidak bisa percaya dengan pola pikir mereka. Tara menghadapi masa masa sulit sejak masa kanak-kanaknya. Hidup, tumbuh besar di ladang barang rongsokan, membantu ayahnya mengoperasikan alat berat, dan pekerjaan berat lainnya yang hampir membuat dia kehi...

Singapore Trip 2024 - Perjalanan Pulang

 Aku sudah lama berniat untuk berkunjung ke singapur. Salah satu cita citaku dulu mengunjungi 10 negara Asean dan keliling dunia. Tampaknya ini masih menjadi cita-citaku. Awal tahun ini, Allah berikan kesempatan untuk berpergian. Setelah dipikir lagi travelling itu titik temu antara niat, badan yang sehat, waktu, dan kondisi finansial, dan kawan perjalanan. Karena sampai saat ini, aku masih belum berani utk solo travelling. Mengingat skill aku yang masih sering nyasar, panikan dan masih ada malu malu untuk bertanya. Aku bergantung banyak hal pada travel mateku. Semoga ada juga ya kontribusiku selama travelling bareng sahabatku. Sungguh aku tidak mau menjadi beban ketika kita melakukan perjalanan berdua dengan sahabatku. Allah maha baik, menganmgerahkan sahabag yang melengkapi segala kurangku. Segala puji milik Allah, Alhamdulillah. Keinginan untuk melihat indahnya dunia selalu aku sampaikan pada ayahku. He is my number one support system. Selalu memberikan doa restu dan dukungan pe...