Langsung ke konten utama

Grow with You



Hari ini aku mau menulis catatan refleksi terkait hal-hal yang aku rasa work well ketika belajar bersama murid-muridku.

Saat pelajaran Bahasa Inggris kemarin, kita memperdalam skill reading dengan mempelajari sequence of events.

Untuk anak-anak, terkadang membaca adalah hal yang membosankan bagi mereka jika dibandingkan dengan menonton video game atau bermain game itu sendiri.

Apa yang harus ku lakukan agar kegiatan membaca lebih menyenangkan? Haruskah aku mengarahkan anak-anak untuk membaca nyaring dan menyimak bacaan? 

Ya! Hal ini cukup efektif dengan syarat, aku sebagai guru benar benar harus mengingatkan mereka untuk being respectful ketika teman yang lain membaca.

Sejenak mereka menyimak, lalu beberapa menit kemudia konsentrasi mereka buyar, lalu guru akan mengingatkan mereka lagi. Begitulah hal yang terjadi sampai paragraf akhir. Aku ingin cara yang berbeda kali ini.

Aku membagi anak-anak dalam 3 kelompok yang masing-masing terdiri dari 6 orang. Mereka melakukan membaca nyaring yang akan dipimpin oleh ketua kelompok untuk menentukan urutan membaca text yang ada di buku.

Menariknya, mereka terlihat fokus, menyimak bacaan satu sama lain. Saling mengingatkan dan menunjuk siapa pembaca berikutnya. Mereka terlihat menyukai kegiatan membaca dalam grup ini. Semoga saja mereka benar-benar menikmati kegiatan ini.

Berhubung topik bacaan kita mengenai "Why do we build buildings?" 

Aku mendapatkan ide untuk mengadakan game kecil yaitu lomba membangun bangunan/menara dari kertas atau "Paper Tower".

Saat pergantian jam pelajaran sebelum Bahasa Inggris, beberapa mereka mengintip dari jendela melihat Ms. Mugni mengumpulkan kertas bekas dan melipatnya. Mereka mungkin bertanya-tanya apa yang akan kita lakukan di pelajaran Bahasa Inggris nanti?

Permainan membuat "Paper Tower ini" dimenangkan oleh group Olivia. Mereka berhasil membangun menara yang tinggi dan lumayan kokoh dibandingkan kelompok lainnya.

Permainan selesai, kelompok yang kalah tentu kecewa dan mereka menghancurkan menara mereka sendiri. Mmm...... we should do something about this! Hal yang aku tunda setelah melakukan permainan adalah refleksi.

Tapi, tahukah kamu? Aku pernah membaca, menasihati seseorang lansung disaat mereka gagal dan dalam keadaan emosi yang tidak stabil adalah sia-sia. Aku mempertimbangkan hal itu dan nanti aku akan mencari waktu yang tepat untuk berbagi nilai kehidupan dengan muridku bahwa kekalahan adalah hal yang kadang atau bahkan sering kali tidak bisa kita hindari. Kita harus bisa belajar untuk menerima kekalahan. Jika benar-benar ini bertumbuh jadi lebih baik, bukankah sebaiknya menjadikan kekalahan sebagai sebuah pelajaran untuk mencari tahu kelemahan kita dan memperbaikinya?

Sepertinya Ms. Mugni akan menyampaikan hal ini nantinya.

Sampai jumpa di kelas berikutnya!


Komentar

  1. Wah ide ini buat ibu Hana, jadi membaca bukunya bergantian sama Hana. Makasih pencerahannya Bu Mugni...😍

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ringkasan Buku Educated

Aku setuju bahwa memoar yang ditulis Tara benar-benar kisah yang menginspirasi, menyentuh hati dan bagaimana bukti kekuatan pendidikan mengubah kehidupan. Harga yang dibayar Tara untuk sebuah perubahan besar dalam hidupnya adalah kehilangan keluarganya (Ayah, Ibu dan empat saudaranya). Sebuah jurang pemisah telah muncul diantara mereka dan tumbuh melebar seiring bertambahnya pengetahuan Tara dan tiga saudara lainnya yang juga memutuskan untuk memperoleh pendidikan formal sampai jenjang paling tinggi dengan gelar doktor. Ayah dan Ibu Tara, benar-benar tidak bisa menerima perubahan Tara, mereka tidak mau bertemu dengan Tara, menganggap Tara adalah anak yang kerasukan seta. Mereka benar-benar fanatik terhadap kepercayaan mereka yang aku pun tidak bisa percaya dengan pola pikir mereka. Tara menghadapi masa masa sulit sejak masa kanak-kanaknya. Hidup, tumbuh besar di ladang barang rongsokan, membantu ayahnya mengoperasikan alat berat, dan pekerjaan berat lainnya yang hampir membuat dia kehi...

Bangga Jadi Guru, Berani Menginspirasi

Ketika siswa kelas 5 yang saya ajar tahun lalu menerapkan pelajaran figurative language pada poster ulang tahun yang mereka ucapkan untuk saya. Usia saya 30 tahun. Saya merasa ragu dan tidak percaya diri dengan pilihan karir saya, namun saya merasa murid saya begitu menyayangi saya. Setiap mereka menulis satu – dua kalimat menggunakan metaphor , idioms, hyperbole tentang saya.Saya tidak menyadari betapa sweet nya mereka. Saya terharu dan bangga, bagaimana mereka benar-benar terinpirasi dengan apa yang saya ajarkan di kelas dan mengunakannya untuk mempuat poster ucapan ulang tahun. Ternyata pelajaran Bahasa Inggris figurative language yang saya ajarkan bersama murid-murid saya memberikan kesan mendalam pada mereka dan mereka sangat pandai dalam menggunakannya.Hal ini sangat bearti bagi saya, ini pertama kalinya ulang tahun saya dirayakan oleh siswa-siswa saya. Saya baru mulai karir sebagai guru, kurang dari lima tahun. Saya merasa berarti, saya merasa keberadaan saya penting bagi mur...