Refleksi Buku The Midnight Library - By Matt Haig



Buku yang aku beli bulan Mei lalu, akhirnya selesai kubaca di akhir Juni ini. Aku memutuskan membeli buku ini setelah melihat beberapa review di sosial media, bahkan ada selebriti muda perempuan Indonesia yang juga sekaligus awardee LPDP mengulas buku ini dan merekomendasikannya untuk dibaca. Selain alasan ini, aku masih punya alasan lain kenapa membeli buku ini yaitu karena tokoh cerita Nora Seed mengalami depresi dan melakukan bunuh diri. DEPRESI, aku kira pada usia 30 an kita sudah menjadi lebih stabil secara emosional, namun tetap saja banyak orang yang masih mengalami krisis kehidupan di usia ini. Aku merasa mengerti dengan apa yang dialami oleh Nora.

Melihat bagaimana Nora, berpetualangan di buku yang berbeda di perpustakaan tengah malam saat kondisi kritisnya, aku menyadari sesuatu bahwa sepertinya kita tak akan pernah benar-benar stabil dalam setiap fase kehidupan, karena dari sunnatullah kehidupan, hukum alam adalah terus bergerak dan dinamis. Sebagai contoh, ketika ada gempa, tektonik dan vulkanik, pergeseran lempeng dan goncangan ini hadir secara berkala  dalam rangka untuk mencapai kestabilan lempeng. Akan tetapi kestabilannya tidak akan bertahan lama, karena nanti bakalan ada lagi pergeseran-pergeseran lempeng lainnya tak terduga. Begitu juga dengan hidup kita. Menariknya, menuju lembaran akhir di Buku Midnight Library, Nora mempelajari satu hal lagi tentang hidup dari Gunung Berapi.

Paradoks gunung berapi adalah mereka merupakan simbol kehancuran tetapi juga kehidupan.Setelah lahar melambat dan mendingin, lahar menjadi padat lalu lama-kelamaan akan menjadi tanah - tanah gembur dan subur.


Nora meyakini bahwa dirinya bukanlah  lubang hitang, namun dia adalah gunung berapi. Seperti gunung berapi, ia tidak bisa melarikan diri sendiri. Nora akan terus bertahan di sana dan mengurus gurun tandus dan menamam hutan dalam dirinya. (Ini yang Nora fikirkan ketika melihat Gunung Krakatau Indonesia dari majalah National Geographic yang dibelikan oleh Joe saat Nora ada di rumah sakit)

Sebenarnya, seberapa pahit kah hidup Nora sehingga dia mengalami overdosis? Pahit hidupnya seseorang bersifat relatif. Ini adalah hidup pahit versi Nora, pertama Dia kehilangan pekerjaannya, Ibunya meninggal juga karena depresi, Ayahnya sebelumnya juga telah meninggal ketika dia masih di bangku sekolah. Dia berdebat dengan kakak laki-lakinya mengenai masalah Band, karena dulu dia sempat jadi anggota band memainkan keyboard namun dia memutuskan untuk berhenti dan kakaknya tidak menerima keputusan Nora. Kakak laki-lakinya pun bisa dibilang putus kontak dengan Nora. Nora benar-benar hidup sendiri, puncaknya di suatu malam dan hujan, kucing kesayangannya tertabrak mobil dan mati. Kematian kucing kesayangannya adalah pemicu Nora mengalami overdosis, menganggap bahwa hidupnya tidak berharga dan mengakhiri persahabatan panjang dengan kesepian yang menyakitkan.

Pada awal cerita, kisah Nora seperti biasa saja, bahkan mungkin kamu bakal berpendapat bahwa hal ini tidak begitu pahit, namun tiap orang punya kapasitas yang berbeda. Bagi Nora dia tidak mampu lagi menahan semua ini. Sampai kita masuk ke plot cerita, bagian utama cerita fiksi, Nora, ketika dia tidak sadarkan diri saat overdosis menciptakan dunia tersendiri, dimana dia berada di dalam sebuah perpustakaan. Disana, dia bertemu dengan Mrs.Elm pustakawati yang baik hati dan peduli dengan Nora sewaktu dia masih sekolah dulu. Bisa dibilang Mrs.Elm bukan pustakawati biasa tapi dia juga menjadi sahabat bagi Nora. Perpustakaan seperti tempat aman bagi Nora. Karena jika diingat lagi apa yang dialami Nora remaja, juga hal yang tidak nyaman. Dulu, Nora berhasil memenangkan olimpiade renang tingkat SMP, kemudian harapan sebagai atlet ditimpakan kepada dia, kemudian dia mulai tidak menyukai dirinya, dia tidak suka dengan bahunya yang semakin bidang. Nora remaja tidak baik-baik saja dan ingin menghilang dari keramaian, dan perpustakaan adalah tempat persembunyiannya. Inilah momen, Nora semakin akrab dengan Mrs. Elm.

Mari kita kembali ke cerita pengalaman Nora yang berpetualang dari satu buku ke buku lainnya di Perpustakaan Tengah Malam. Setiap buku yang ada di perpustakaan punya kisah kehidupan Nora yang berbeda. Untuk setiap keputusan yang mungkin berbeda di waktu dulu yang diambil Nora membawa dia pada kehidupan yang berbeda. Melalui petualangan Nora dengan berbagai versi di banyak buku yang ada di perpustakaan tengah malam seperti menggambarkan dan menegaskan pada pembaca bahwa KITA PUNYA POTENSI UNTUK JADI APAPUN YANG KITA MAU SELAGI KITA HIDUP. Jangan menyerah untuk hidup, hiduplah. Katakan dengan lantang, katakan dengan penuh syukur "AKU HIDUP".

Matt Haig juga memberika pelajaran hidup melalui kisah Nora, Dia menulis di bukunya di halaman 352, paragraf yang aku garis bawahi.

Tentu saja, kita tidak bisa mengunjungi semua tempat atau bertemu semua orang atay melakukansegala pekerjaan, tapi sebagian besar dari apa yang kita rasakan dan kehidupan manapun masih ada. Kita tidak perlu memainkan semua permainan untuk tahu seperti apa rasanya menang.Kita tidak perlu mendengar setiap karya musik di dunia untuk memahami musik.... Cinta dan tawa dan takut adalah mata uang universal. Kita hanya perlu memejamkan mata dan menikmati cita rasa minuman di depan kita dan mendengarkan lagu yang tengah dimaikan. Kita sama utuhnya dan betul-betul hidup seperti di kehidupan lain mana pun dan memiliki akses pada spektrum emosional yang sama.



Sampai disini dulu review dari aku, masih ada hal lagi yang menarik yang ingin kutuliskan terkait pecakapan Nora dan Mrs. Elm ketika main catur. Tapi, aku akan ceritan lain kali. Karena sekarang aku mau ikut kelas bonus Career Class dulu.


Salam Literasi,


Mugni



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Picnic: A Little Joy with a Blanket and a View

Refleksi Buku Rindu - Tere Liye