Pulang sendiri. Hal ini sungguh berat bagiku. Aku harus melewati jalan raya yang besar. Aku harus menyapa semua orang tua yang aku lihat di jalan. Aku akan diperhatikan ketika berjalan seorang diri. Kemudian aku harus melewati rumah MAMA, rumah orang terkaya di lingkungan sekitarku sampai dia mempunyai hewan peliharaan monyet/siamanng atau sejenisnya aku tidak tahu saat itu, yang jelas aku akan mendengar suara seperti makhluk mamalia besar layaknya sedang berada di kebun binatang Siantan Bukittinggi.
Terpaksa oleh keadaan, aku memberanikan diri untuk pulang melewati semua hal yang kutakutkan. Semua yang kuceritakan di atas masih bisa aku lewati tapi tidak dengan rumah mak lampir. Setelah berjalan melewati rumah MAMA. Aku harus berjalan lagi, kali ini jalanan kampung yang lebih kecil. Bahkan jalan yang ada di antara semak-semak, ladang yang tidak di garap dan persawahan. Di tengah itu semua ada rumah tua kosong terbuat dari kayu dan dinding ayaman bambu yang reot dan hampir roboh. Dinding, jendela dan pintu dipenuhi oleh tanaman menjalar. Aku benar-benar takut dengan rumah nek lampir. Semua teman-teman ku juga takut dengan rumah yang satu ini. Konon katanya, nek lampir suka menculik anak-anak.
Aku menarik nafas panjang, bersiap untuk berlari kencang ketika hendak melewati rumah nek lampir. Aku berlari sambil menangis ketakutan,jantungku berdegup dengan kencang. Waktu itu tengah hari pukul 12 siang. Lingkungan rumah sekitarku juga sepi. Sepertinya semua orang sedang beristirahat siang dan tidak ada yang mau keluar rumah.
Setelah melewati jalan sepi deengan semua ketakutanku, aku harus melewati tantangan berikutnya yaitu beberapa barisan kuburan di dekat sungai kecil. Aku sudah tidak takut lagi, energi ku untuk takut sudah habis. Aku juga sadar setelah melewati kuburan ini, aku akan melihat rumahku dengan cat putih dari kejauhan. aku tidak takut lagi. Ada rasa aman menyelinap dalam hatiku dan berbisik bahwa aku akan baik-baik saja.
Akhirnya aku sampai di depan rumah, aku melihat ibuku bersiap mengunci pintu keluar dari rumah dengan payung hendak menjemputku. Aku pun menangis, merengek dan komplain pada ibuku, kenapa aku telat dijemput?
Aku tidak ingat apa komentar dan jawaban ibuku, yang jelas aku pasti sudah masuk rumah saat itu, duduk terdiam sambil mencari air untuk minum.
Satu hal yang ku ingat, karena aku telah berhasil pulang dengan aman sendirian dari sekolah. Mulai besok aku harus kembali pulang sendiri dan tidak akan dijemput lagi.
Wuah! Mereka, ayah dan ibuku sepertinya sudah menganggapku pemberani sekarang. Semua akan baik-baik saja dan sudah saatnya mandiri, tidak manja dan tidak perlu antar jemput lagi ke sekolah.
Perasaanku campur aduk! Aku harus mengatur strategi, aku harus mencari kawan untuk pulang dan pergi sekolah besok
Namun, sebuah kejutan! Ibu ku kembali datang menjemputku di TK. Sepertinya challenge untuk pulang sekolah sendirian tidak dimulai hari ini. Aku sangat beruntung! Trimakasih ibu untuk selalu ada mengantar dan menjemputku saat aku TK dahulu. Aku sangat bersyukur ternyata itu adalah momen yang berharga dalam hidupku.
Komentar
Posting Komentar