Aku menunggu, ya menunggu kepastian keberangkatanku. Banyak yang bertanya kapan aku mulai kuliah, karena sudah setahun pasca pengumuman lulus seleksi substansi aku masih disini. Di kala penantian ini aku pu merenung, ada sesuatu yang lebih pasti di depan sana yang menungguku yaitu kematian. Terkadang dari caraku bersikap dan berdoa seolah-olah aku terlalu mencintai dunia, padahal akhirat itu jauh lebih baik. Sambil menunggu aku merenungkan kembali apa tujuan ku, aku kembali bertanya-tanya tentang inginku. Apa sebenarnya yang aku cari. Tak ada yang bisa menjamin karirku di masa depan, kita hanya bisa merencanakan dan berusaha sebaik mungkin. Kata ayahku, nanti itu kita pikirkan, yang jelas hadapi apa sekarang yang ada di depan mata. Ketika dikasih kesempatan lanjut sekolah , ya sudah lakukan persiapannya dengan baik, kuliah aja dulu dengan baik, nanti jalannya akan terbuka dengan sendirinya. Aku tidak ingin usahaku untuk lanjut studi ini hanya untuk gelas master luar negri dan menikmati suasana negara asing dengan empat musimnya, aku berdoa dengan doa yang sama saat aku ke bandung semoga perjalananku usahaku ini tidak lain adalah perjalanan spiritual bagiku untuk jadi lebih baik. Aku tidak bisa mengabaikan kehidupan dunia karena kita harus bertahan disini meskipun ini tempat sementara. Ingatkah kamu bahwa rumah kita hakikatnya di Surga disanalah bapak ibuk kita Adam dan Hawa pertama tinggal, kita harus pulang kampung ke tempat yang sama dengan selamat. Kenapa aku menulis ini ? Karena aku terlalu mencintai dunia, biarlah tulisan ini jadi pengingat bahwa saat ku mengejar akhirat, mencari keridhaan Allah maka dengan otomatis perkara-perkara dunia akan dimudahkan dengan bahasa lain dunia di genggamanku. Jangan panik jangan terlalu khawatir , kalau itu takdirmu kau akan pergi menjelajah sudut dunia untuk belajar.
Buku yang aku beli bulan Mei lalu, akhirnya selesai kubaca di akhir Juni ini. Aku memutuskan membeli buku ini setelah melihat beberapa review di sosial media, bahkan ada selebriti muda perempuan Indonesia yang juga sekaligus awardee LPDP mengulas buku ini dan merekomendasikannya untuk dibaca. Selain alasan ini, aku masih punya alasan lain kenapa membeli buku ini yaitu karena tokoh cerita Nora Seed mengalami depresi dan melakukan bunuh diri. DEPRESI, aku kira pada usia 30 an kita sudah menjadi lebih stabil secara emosional, namun tetap saja banyak orang yang masih mengalami krisis kehidupan di usia ini. Aku merasa mengerti dengan apa yang dialami oleh Nora. Melihat bagaimana Nora, berpetualangan di buku yang berbeda di perpustakaan tengah malam saat kondisi kritisnya, aku menyadari sesuatu bahwa sepertinya kita tak akan pernah benar-benar stabil dalam setiap fase kehidupan, karena dari sunnatullah kehidupan, hukum alam adalah terus bergerak dan dinamis. Sebagai contoh, ketika ada gempa,...
Komentar
Posting Komentar